Sebelumnya silahkan baca yang part satu yah hehe... .Rinjani sebuah keindahan yang terpatri (part1)
Kala itu di Puncak Rinjani |
Jam 17.00 kita sudah siap
meluncur ke danau, karena nanggung magrib jadi jam 19.00 baru mulai
menuruni tangga, eh bukan tangga sih tapi turunan terjal dan gelap.
Dibutuhkan kehati-hatian saat menuruni tebing ini, batuan yang terjal
debu yang pekat suasana gelap menjadi kombinasi yang cukup membuat gw
gemeteran, kondisi fisik gw yang mulai melemah membuat perjalanan ini
sangat menyiksa bagi gw, panjat memanjat batu merangkak untuk
menuruni tebing, tak ada habisnya ku rasa jalan ini, sempet mau nyerah
karena kondisi fisik gw sudah semakin lemah, gw cuma bisa diam
membisu menahan beban kerir yang semakin berat, kaki sudah mulai
perih sementara perjalanan entah kapan akan berakhir, banyak sekali
jalan bercabang dan kondisi gelap membuat kita hampir saja pilih
jalan yang salah dan tersesat, jam 00.00 akhirnya kita semua sampai
di danau Segara Anak, langsung berdirikan tenda, selesai itu gw
langsung terkapar di tenda entah apa yang lain lakukan yang jelas
suara Tinae membangunkan gw untuk makan, gak ada selera makan sama
sekali tapi Tinae tetep memaksa dan tiga suap rasanya sudah cukup
untuk mengisi perut yang keroncongan kemudian gw tertidur lagi.
View danau Segara Anak |
Badan gw terasa ngilu dan
sakit saat gw bangun, gw buka pintu tenda terhampar indah danau
Segara Anak dengan gunung Baru Jarinya yang mengeluarkan asap tipis
dan udara dingin menusuk terasa, air jernih danau bergelombang
sedikit terkena angin. Gw keluar tenda dan melihat keriuahan para
pendaki dengan obrolan dan candaan serta kopi dan teh yang mengepul,
seperti biasa Tinae SKSD, hasilnya? lumayan dapet susu jahe haha.
sementara Fariz, Woko,
Pur dan Riza ambil air buat masak dan mereka mandi di sumber air
panas gw sama Tinae sama Wakhit masak, di danau juga gw ketemu sama
Rasta dan menghibahkan banyak makanan ke kita, karena mereka siang
sudah mau turun lewat jalur Torean, yang di denger lewat jalur Torean
cukup 4jam saja, tadinya kita tergiur untuk ikut Rasta turun lewat
Torean tapi jam 11.00 mereka berangkat sementara kita gak bakal bisa
jam 11.00.
Kita pun memutuskan akan
lewat jalur Torean karena tergiur 4 jam nya, dan semua logistik yang
ada di habiskan tapi tetep menyisakan untuk di perjalanan, entah
kenapa pas ambil air gw tergelitik menanyakan sama porter masalah
jalurTorean, setiap yang gw tanya gak ada yang menyarankan pake jalur
itu, bilang nya porter yang belum pernah kesana gak ada yang berani
soalnya jalurnya extrem dan banyak percabangan.
Fyi gaees di deket danau
segar anak ini ada hotspring buat ngilangin pegel-pegel badan setelah
summit, jangan tanya gw mandi apa gak pastinya lah yah soalnya udah
tiga hari gak mandi, asyik seger dan badan jadi relax, selesai mandi
kita langsung bongkar-bongkar tenda dan merempukan kembali mau lewat
mana untuk turun, semua setuju lewat jalur Senaru alhasil kita
berangkat dengan bekal seadanya yang tersisa lewat jalur Senaru yang
tidak ada sumber air dan logistik tak banyak, jam 16.00 perjalanan di
mulai. *dapet kabar dari Rasta lewat jalur Torean start jam 10.00
sampai desa terakhir jam 23.00 total 13 jam.
Makan di danau |
Perjalanan di awali
dengan berjalan di tepi danau sampai menemukan jalan menanjak, mulai
dari situ jalan menanjak tak henti di lalui, kontur jalan masih di
dominasi batu dan tanah membuat debu berterbangan di musim kemarau
ini. Gw melempar pandangan ke belakang melihat Segara Anak yang
perlahan menjauh mengagumi keindahan dan ketenangan airnya dan
kemegahan gunung baru jari, tenaga sudah mulai terkuras langkah kaki
semakin pendek, napas sudah tersengal dan pandangan mata sudah tidak
fokus lagi, tapi perjalanan masih panjang dan gw sampe di tempat agak
datar saat matahari mulai masuk peraduan peralihan dari siang ke
malam yang sangat syahdu, kita memutuskan istirahat dan masak untuk
makan malam tak jauh dari beberapa tenda bule yang akan bermalam.
Gelap mulai menyelimuti
ketika kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, jalan yang
semakin terjal memkasa kita harus lebih waspada dan mawas diri, gw
sadar sesadar sadarnya kalo gw lagi menaiki tebing Gunung Rinjani,
dalam hati gw cuma berdoa agar di beri keselamatan dan kelancaran,
trek semakin sulit saat jalanan yang akan di lalui semakin curam,
batuan yang longsor memaksa gw harus merangkak dan memanjat kepeleset
sedikit saja bisa sangat fatal, gw juga denger dari porter kalau
baru-baru ini ada pendaki Thailand yang meninggal karena tertimpa
batu.
Sangat berat sekali gw
rasa perjalanan ini, dari beberapa perjalanan yang sudah gw lewati
ini paling menyiksa, *selain terombang ambing di laut flores
pastinya. Malam semakin larut bintang gemintang menghiasi sepanjang
perjalanan, peluh bercucuran dan beban kerir semakin berat gw rasa,
semakin menanjak trek semakin curam dan terjal membuat gw hampir mati
rasa. Jam 23.00 akhirnya kita sampai di Plawangan Senaru.
Mandi Air Panas |
Karena tidak ada bekal
kita sepakat untuk melanjutkan perjalanan sampai turun ke Senaru,
prediksi jam 04.00 kita sampai gerbang Senaru, gw sempet hopless saat
Fariz agak kesulitan mencari jalur turun, gw sempet bilang mending
camp aja lanjut besok karena gw takut jalur yang di ambil salah dan
malah tersesat, tapi Fariz meyakinkan kalau dia bisa mencari
jalurnya, beberapa kali gw harus nunggu aba-aba dari Fariz jalur mana
yang akan di lalui, syukur akhirnya Jalur terlihat jelas ketika kita
sampai di pos terakhir jalur Senaru.
Udara dingin berhembus
membuat bulu kuduk berdiri, angin seolah membisikan mantra gaib yang
membuat rasa was-was dan hati berdebar kencang, Fariz meminta kita
untuk merapat membuat lingkaran, mengingatkan bahwa kita akan
memasuki hutan belantara Senaru, gerbangnya Rinjani dan meminta kita
agar berdoa saling menjaga dan mengingatkan, tiba-tiba suasana
menjadi sangat hening dan kaku, semua diam dengan pikirannnya
masing-masing. gw jadi inget apa yang di bilang porter kalau jalur
Senaru sangat berbahaya jika malam, porter pun tidak ada yang berani
melewati jalur ini.
Trek yang dilalui tanah
berpasir dan licin, jalur berkelok dan sangat berdebu, vegetasi masih
di dominasi alang-alang dan pohon-pohon kecil awalnya, semakin kaki
jauh melangkah suasana semakin senyap, pohon-pohon besar menjulang
seolah menelan kita dalam kegelapan, akar-akar pohon yang banyak
melintang dijalan memeperlambat langkah, kalau tidak hati-hati kita
bisa tersangkut dan terjatuh.
Suasana semakin mencekam
kerlip-kerlip cahaya dari balik dedaunan yang rimbun seolah ada yang
sedang mengawasi gw, suara-suara yang terdengar seakan kita sedang
jadi bahan pergunjingan, kaki sudah mulai sangat lelah, mata sudah
mulai mengantuk, tanaga tinggal sisa-sisa, keseimbangan mulai
terganggu, tapi harus tetap melanjutkan perjalanan.
Terjadi perdebatan sengit
apakah kita harus istirahat di tengah hutan belantara karena sudah
sangat lelah atau melanjutkan perjalanan. Gw lebih memilih diam,
suasana di hutan itu sangat mencekam, banyak mata yang mengawasi,
suara yang sangat menggusarkan hati, saat gw nulis ini dan mengingat
malam itu gw langsung merinding.
Lereng jalur dari danau ke Plawangan Senaru |
Beberapakali gw harus
istirahat duduk dan bahkan sampai tertidur, gw berusaha agar tidak
tertidur dengan mengajak ngobrol Tinae, gw merasa sangat tidak nyaman
dengan sekitar, Tinae pun merasakan hal yang sama. Gw paksa agar mata
tetep terjaga sampai gw gak mampu dan terpejam, gw kaget saat Tinae
membangunkan dan melihat sekitar sangat luar biasa seremnya, pengen
sih lari tapi gak mungkin, gw berusaha coolingdown agar tidak panik,
dalam lanjutan perjalananpun setiap istirahat dan duduk kalau gw
sampe tertidur langsung terbangun gara-gara selalu melihat dan
mendengar teriakan orang minta tolong, saat seperti ini rasanya ingin
sekali segera melihat matahari terbit tapi waktu masih menunjukan
pukul 02.10.
Dalam perjalanan turun
ini gw gak berpapasan sama sekali dengan pendaki lain, apalagi ada
grup lain yang menyusul atau bareng, bener-bener cuma grup gw doang,
berarti bener banget apa yang di bilang porter kalau tidak ada yang
lewat jalur Senaru jika sudah gelap, temen gw juga bialng gitu yang
udah ke Rinjani.
Tiba-tiba langkah kita
terhenti, di depan ada sesuatu warna putih yang bergerak dan seolah
mendekat, kita semua panik saling merapat suasana sangat mencekam, gw
melihatnya seekor kera putih, sedangkan Fariz melihatnya rusa bercahaya, dan
Tinae sempat melihatnya baju putih melayang. Badan gw berasa lemes
banget, muka gw tambah pucat dan tiba-tiba sesosok putih itu berubah
jadi anjing di barengi dengan munculnya pendaki Bule 2 orang,
fiuuuhhhh gilaaaak gw spot jantung dan hampir mau copot, dan melihat
jam sudah pukul 04.00. Yang sempat membuat gw merinding juga dalam
perjalanan ini saat gw senter kedepan terlihat sebuah gubuk dan
ketika mendekat ternyata tidak ada gubuk di situ. Jam 04.30 akhirnya
kita menemukan Pos 2 dan memutuskan untuk istirahat.
Gerbang Senaru |
Pagi jam 08.00 perjalanan
turun di lanjutkan, gw lari-lari tapi tetep disalip sama porter, dan
jam 10,00 gw sudah sampe gerbang Senaru, hanya bisa berkata
Alhamdulillah dan sangat bersyukur semua turun dengan selamat,
istirahat untuk menikmati teeh hangat dan lanjut perjalanan ke
parkiran mobil, karena gw akan melanjutkan perjalanan ke bandara dan
flight ke Bali hari itu juga untuk melanjutkan Sailling.
merinding bacanya, apalagi ada di tkp yak hmmm
BalasHapuskamu harus kesana, kamu harus rasakan sensainya sendiri, jangan percaya kata orang haha
Hapusnext mesti coba cara lain untuk menikmati Rinjani ya bang
Hapustin... masih pengen sumba 😞😞
Hapus